Bagikan Ke

Wednesday, February 20, 2013

Makalah Kriminologi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar belakang

Kriminologi sebagai ilmu sosial yang terus mengalami perkembangan dan peningkatan. Perkembangan dan peningkatan ini disebabkan pola kehidupan sosial masyarakat yang terus mengalami perubahan-perubahan dan berbeda antara tempat yang satu dengan yang lainnya serta berbeda pula dari suatu waktu atau jaman tertentu dengan waktu atau jaman yang lain sehingga studi terhadap masalah kejahatan dan penyimpangan juga mengalami perkembangan dan peningkatan dalam melihat, memahami, dan mengkaji permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat dan substansi di dalamnya.

Berkembangnya studi yang dilakukan secara ilmiah mengenai tingkah laku manusia memberikan dampak kepada berkurangnya perhatian para pakar kriminologi terhadap hubungan antara hukum dan organisasi kemasyarakatan. Kemunculan aliran positif mengarahkan para pakar kriminologi untuk lebih menaruh perhatian kepada pemahaman tentang pelaku kejahatan (penjahat) daripada sifat dan karakteristik kejahatan, asal mula hukum serta dampak-dampaknya. Perhatian terhadap hubungan hukum dengan organisasi kemasyarakat muncul kembali pada pertengahan abad 20, karena hukum mulai dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan sifat dan karaktersitik suatu kejahatan. Para pakar kriminologi berkeyakinan bahwa pandangan atau perspektif seseorang terhadap hubungan antara hukum dan masyarakat memberikan pengaruh yang penting dalam penyelidikan-penyelidikan yang bersifat kriminologis.

Dalam pembahasan mengenai asal-usul tingkah laku kriminal dan dalam pertimbangan mengenai faktor mana yang memegang peran, utamanya di antara faktor keturunan atau faktor lingkungan, kriminolog tersebut menarik kesimpulan bahwa, kriminalitas manusia normal adalah akibat, baik dari faktor keturunan maupun dari faktor lingkungan, dimana kadang-kadang dari faktor keturunan dan kadang-kadang pula faktor lingkungan memegang peran utama, dan di mana kedua faktor itu juga dapat saling mempengaruhi.

Secara garis besarnya, bahwa faktor keturunan dan faktor lingkungan masing-masing bukan satu faktor saja melainkan suatu gabungan faktor, dan bahwa gabungan faktor ini senantiasa saling mempengaruhi di dalam interaksi sosial orang dengan lingkungannya.
Jadi, seorang manusia normal bukan ditentukan sejak lahir untuk menjadi kriminal oleh faktor pembawaannya yang dalam saling berpengaruh dengan lingkungannya menimbulkan tingkah laku kriminal, melainkan faktor-faktor yang terlibat dengan iteraksi lingkungan sosial itulah yang memberikan pengaruhnya bahwa ia betul-betul menjadi kriminal dalam pengaruh-pengaruh lingkungan yang memudahkannya itu.

1.2.            Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Kriminologi  serta agar ingin lebih megkaji dan memahami tentang tipe penjahat dan hubungannya dengan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI yang menonoton video porno dalam sidang paripurna .






BAB II
PERMASALAHAN

Hal  yang ingin diangkat penulis menjadi masalah dalam makalah ini adalah mengenai perilaku dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR-RI ) yang tertangkap kamera wartawan sedang menonton video porno dalam sidang paripurna. 

Masalah pokok di atas kemudian dikembangkan oleh penulis dengan menggabungkan  masalah di atas dengan ilmu kriminologi dan melihat kejadian tersebut dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni :
1.      Undang – undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi
2.      Undang – undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE

Dengan dibantu oleh ilmu kriminologi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku masalah yang akan dikemukan oleh penulis ialah :

1.      Pengertian kejahatan dan penjahat ?
2.      Apa pandangan krimonologi mengenai perilaku anggota DPR RI yang tertangkap sedang nonton video porno dalam sidang paripurna ?
3.      Apa peraturan yang telah dilanggar oleh anggota DPR RI dari peraturan diatas.


BAB III
PEMBAHASAN


3.1.      Pengertian Kejahatan dan Penjahat
3.1.1.      Kejahatan
Ada beberapa pengertian tentang kejahatan diantaranya adalah sebagai berikut.
Istilah kejahatan berasal dari kata jahat, yang artinya sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek, yang ditumpukkan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Kejahatan berarti mempunyai sifat yang jahat atau perbuatan yang jahat.
Kejahatan ialah suatu perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang pidana yang berlaku tetapi juga betentangan dengan kesusilaan, kebudayaan dan kebiasaan di masyarakat dan telah dijatuhkan hukuman dari pengadilan yang dapat merugikan baik sosiologis maupun ekomoni.
Secara yuridis, Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang. Disini diperlukan suatu kepastian hukum, karena dengan ini orang akan tahu apa perbuatan jahat dan apa yang tidak jahat.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Projodikoro, S.H. Kejahatan adalah pelanggaran dari norma-norma sebagai unsur pokok kesatu dari hukum pidana.
Menurut Richard Quinney, Definisi tentang tindak kejahatan (perilaku yg melanggar hukum) adalah perilaku manusia yang diciptakan oleh para pelaku yang berwenang dalam masyarakat yang terorganisasi secara politik, atau kualifikasi atas perilaku yang melanggar hukum dirumuskan oleh warga‑warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan.
Kejahatan adalah gambaran perilaku yang bertentangan dengan kepentingan kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk membentuk kebijakan publik, atau perumusan pelanggaran hukum merupakan perumusan tentang perilaku yang bertentangan dengan kepentingan pihak‑pihak yang membuat perumusan.  
Dilihat dari segi sosiologis, kejahatan merupakan salah satu jenis gejala sosial, yang berkenaan dengan individu atau masyarakat.
Dalam rumusan Paul Mudigdo Moeliono, kejahatan adalah perbuatan manusia, yang merupakan palanggaran norma, yang dirasakan merugikan, menjengkelkan, sehingga tidak boleh dibiarkan.
3.1.2.      Penjahat  
Penjahat adalah orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang.
Menurut Vollmer sebagai seorang tokoh di bidang kriminologi mengatakan bahwa penjahat adalah orang yang dilahirkan tolol dan tidak mempunyai kesempatan untuk merubah tingkah laku karena baginya tidak dapat mengendalikan dirinya dari perbuatan anti sosial yang merugikan individu.
Menurut Parson penjahat ialah orang yang mengancam kehidupan dan kebaikan orang lain dan membebankannya pada masyarkat di sekelilingnya.
JE Sahetapy mengatakan bahwa penjahat adalah orang-orang yang berkelakuan anti sosial dimana perbuatanya bertentangan dengan norma-norma kemasyarakatan dan agama serta merugikan dan menganggu ketertiban umum.

3.2.            Pandangan Kriminologi Terhadap Perilaku Anggota DPR-RI

Dalam ilmu kriminologi ada bermacam-macam tipe penjahat, salah satunya ialah menurut Ruth S. Cavan ada 9 penggolongan penjahat  yaitu:  
1.      The causal of defender crime
2.      The occasional of crime
3.      The episode of crime
4.      The white color crime
5.      The habitual crime
6.      The professional crime
7.      The organize crime
8.      The abnormally mentally crime
9.      The milisionois crime

Dari ke-9 penggolongan penjahat di atas timbul pertanyaan apakah yang dilakukan oleh anggota DPR-RI yakni menonton video porno dapat dikatakan dia seorang penjahat? Jikalau iya, dia termasuk golongan pada yang mana?
Dalam ilmu kriminologi dalam arti terbatas kita mempelajari tentang bentuk, sebab dan akibat dari kejahatan.
Dari bentuk kejahatan ada beberapa faktor yaitu :
a.       Bakat
b.      Lingkungan ( milio )
c.       Spiritual
d.      Gabungan

Untuk menjawab pertanyaan di atas kita dapat melihat dari faktor terjadinya kejahatan serta beberapa pengertian penjahat di atas. Penulis menyimpulkan bahwa apa yang  anggota DPR-RI lakukan yang kemudian tertangkap kamera oleh wartawan sedang menonton video porno adalah seorang penjahat karena telah melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang dipaparkan oleh penulis diatas .
Mengenai tipe penjahat sesuai dengan penggologan penjahat diatas, penulis menyimpulkan bahwa anggota dewan tersebut termasuk golongan penjahat :

a.       The white color crime
Ialah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berstatus sosial tinggi atau orang yang mempunyai martabat dan kewenagan yang tinggi .
Sebagai seorang anggota DPR-RI, orang tersebut telah memenuhi pengertian dari golongan penjahat di atas walaupun golongan kejahatan diatas lebih sering dikaitkan dengan tindak korupsi tetapi kejahatan yang telah dilakukan oleh orang di atas dilakukan dalam kapasitasnya sebagai seorang legislator.

b.      The habitual crime
ialah kejahatan yang pada awalnya adalah suatu kebiasaan yang pada akhirnya menjadi suatu kejahatan.
Mungkin pada awalnya anggota DPR-RI yang melakukan tindakan tidak terpuji di atas telah biasa menonton video porno sebagai suatu kebiasaan dalam kapasitas untuk kesenangan pribadi tetapi kebiasaan tersebut menjadi suatu tindak kejahatan karena kebiasaan tersebut dilakukan dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat dan dilakukan dalam proses rapat paripurna di DPR.
Walaupun penulis tidak dapat membuktikan bahwa tindakan tersebut adalah suatu kebiasaan tapi kita melihat masalah ini dalam tataran ilmu kriminologi.


3.3.            Peraturan yang Dilanggar Oleh Anggota DPR-RI Karena Perbuatannya.
Berita mengejutkan yang datang dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat, pada saat Sidang Paripurna DPR hari Jum’at, 8 April 2011 itu, sedang asik memilih-milih dan menonton video porno yang ditangkap oleh kamera M. Irfan wartawan Media Indonesia.
Bapak Tifatul Sembiring seperti diberitakan VIVANews.com mengatakan : “Kalau secara hukum berdasarkan UU ITE, pihak yang bersalah adalah orang yang mendistribusikan atau mentransmisikan konten porno. Sementara orang yang mengunduh konten terkait tidak.”
Ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Bila mengunduh konten porno tidak bersalah, mengapa harus memblokir situs-situs porno? Berdasarkan atas apa pemblokiran situs porno besar-besaran yang digaungkan oleh Bapak Tifatul Sembiring? Bagaimana dengan Undang-undang Pornografi tidak bisa menjeratnya?
Dalam kaitan peraturan yang telah dilanggar sendiri oleh pembuatnya dalam kasus video porno anggota DPR-RI tersebut dapat dikenakan pidana yakni undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi yang berbunyi :
ð  Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
ð  Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.
(Pasal 4 ayat (1) berisi: Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau e. alat kelamin.)
Dalam Pasal 5 sangat jelas dikatakan bahwa “mengunduh pornografi” dilarang. Bila dilihat dari foto yang tertangkap kamera M. Irfan, itu bukan datang dari e-mail (seperti pengakuan Anggota DPR-RI dalam konfrensi persnya) tapi dari suatu folder, dan kalau memang benar itu berasal dari folder berarti bisa terkena Pasal 6 bahwa dilarang “menyimpan dan memiliki”.




Lalu ketentuan pidana bagi pelanggar Pasal 5 dan Pasal 6 tercantum dalam Pasal 32 dan Pasal 33 UU Pornografi, yaitu :
ð  Pasal 31.
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
ð  Pasal 32
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Dengan demikian Anggota DPR-RI tersebut bisa dijerat dengan UU Pornografi, bukan hanya sanksi karena pelanggaran kode etik, akan tetapi ia harus mengundurkan diri, dan kemudian kasus ditutup.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.            Kesimpulan

Berbicara tentang teori kriminologi merupakan suatu usaha dalam memahami dan mengungkapkan berbagai permasalahan tentang kejahatan dan penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Teori-teori kriminologi ini menjadi landasan yang akan menunjukkan arah kepada pengamat atau peneliti dalam menentukan masalah apa yang akan diteliti dan dicari solusinya.

Dalam menentukan teori mana yang menjadi landasan, hasil yang maksimal akan dicapai apabila kita dapat menentukan perspektif mana yang akan digunakan. Penentuan perspektif ini kemudian memberikan patokan kepada kita dalam usaha penelusuran dan pencarian kebenaran terhadap realita yang ada di dalam masyarakat (kejahatan dan penyimpangan yang merupakan satu gejala sosial masyarakat). Karena itu dibutuhkan suatu paradigma berpikir yang akan menuntun ke arah fokus perhatian suatu masalah sehingga masalah tersebut dapat dikaji secara mendalam.

4.2.            Saran

Dari uraian diatas penulis ingin memberikan saran kepada segenap lapisan masyarakat untuk melekukan social control terhadap setiap penyimpangan yang terjadi di masyarakat baik yang bersifat susila maupun kriminalitas karena dengan adanya pengawasan dari masyarakat, kita berharap nantinya dapat berkuranglah kejahatan di masyrakat .









DAFTAR PUSTAKA

-          Bonger,W.A. Pengantar tentang kriminologi, PT Pembanguan. Jakarta. 1995.
-          Santoso,Topo & Eva Achjani Zulfa SH. kriminologi, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2001.
-          Monograf Kriminologi.
-          Undang – undang nomor 44 tahun 2008
-          Undang – undang nomor 11 tahun 2008
-          http://hukum.kompasiana.com/2011/04/11/bisakah-uu-pornografi-menjerat-arifinto-anggota-dpr/

0 comments:

Jangan lupa Komentarnya

Subhanalloh

Download Content

Ensiklopedia Software Tips

scan QR code

QRCode